Balaghoh (Ilmu Bayan)
PEMBAHASAN
مواضعه و البيان علم
تعرف
A. البيان علم
a. Pengertian Ilmu Bayan
Ilmu
bayan secara bahasa artinya Al-kasyfu (mengungkapkan) dan Al-idloh
(menjelaskan)
Secara istilah
فى بعض عن بعضها
يخثلف بطرق الواحد المعنى ايراد
بها يعرف قواعد و اصول
المعنى ذلك نفس على الدلالة
وضوح
Yaitu
dasar-dasar dan qoidah-qoida yang digunakan untuk mengetahui mendatangkan satu
makna yang di kehendaki mutakallim dengan berbagai cara (berbagai tartib) yang
sebagiannya berbeda dengan sebagian yang lain didalam menunjukan kejelasan
makna tersebut (dan di hamskan tetap dalam batasan muaptadol hal). (As-sayyid
Ahmad Al-Hasyim: I53)
مختلف بطرق لمعنىا تأدية
# عرف مابه علم لبيانا
فن
Ilmu
bayan adalah suatu ilmu yang digunakan untuk mengetahui mendatangkan suatu
makna yang dikehendaki (mutakallim) dengan berbagai cara yang berbeda-beda
kejelasannya.
b. Maudlu’ (sasaran) Ilmu Bayan
Sasarannya
adalah lafadz-lafadz bahasa arab dari sisi majas dan kinayah. (Asy-syaikh
Makhluf: 103)
c. Pengarang Ilmu Bayan
Yang mengarang ilmu ini
adalah Abu ubaidah, yang telah membukukan masalah-masalah ilmu bayan
didalamkitabnya yang bernama “Majazul Qur’an”, dan ilmu ini berkembang sedikit
demi sedikit hingga sampai pada masanya Syekh Abdul Qodir Al-Jurjani, lalu
beliau mengukuhkan dasar-dasar dan bangunannya. Menertibkan kaidah-kaidahnyam
lalu diikuti oleh imam Al-Jakhidz, Ibnu Mu’taz, Qudamah dan Abu Hilal
Al-askari.
d. Tsamroh (Buah) Ilmu Bayan
Yaitu
mengetahui rahasia kalam arab, baik yang berupa kalam nadrom atau natsar,
mengetahui perbedaan tingkat kefasihan kalam, mengetahui tingkat perbedaan
tingkat balaghah. Suatu kalam yang pada gilirannya sampai pada tingkat ‘ijazul
Qur’an.
e. Pembahasan Ilmu Bayan
Pembahasan
ilmu bayan meliputi 3 bab, yaitu:
1. Bab
Tasybih
2. Bab
Majaz
3. Bab
kinayah
كناية أو مجاز أو تشبية # ثلاثة فى حصروا
وضوحها
1. Tasybih
Tasybih adalah penjelasan bahwa suatu hal atau
beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut
menggunakan huruf ك atau sejenisnya baik tersurat maupun tersirat.
1.1 Unsur-Unsur Tasybih
Unsur Tasybih ada empat yaitu
musyabbah, musyabbah bih (kedua unsur ini disebut sebagai tharafait-tasybih/dua
pihak yang diserupakan), adat tasybih, dan wajah syibeh. Wajah syibeh pada
musyabbah bih diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada musyabbah.
Kosakata
:
1. Musyabbah
: Sesuatu yang hendak diserupakan.
2. Musyabbah
bih : Sesuatu yang diserupai.
3. Wajah
Syibeh : Sifat yang terdapat pada kedua pihak.
1.2 Adat
Tasybih
Adat Tasybih : Huruf/kata yang
menyatakan penyerupaan.
Contoh dalam syair:
Al-Ma’arri menyatakan tentang
seseorang yang dipujanya:
أنت كالشّمس
فى الضّياء وإنجا وزت كيوان فى علوّ المكان
(Engkau bagaikan matahari yang
memancarkan sinarnya walaupun kau berada di atas planet Pluto di tempat yang
paling tinggi).
Syair di atas menjelaskan bahwa si
penyair tahu orang yang dipujanya memiliki wajah bercahaya dan menyilaukan
mata, lalu ia ingin membuat perumpamaan yang memiliki sifat paling kuat dalam
hal menerangi dan ternyata ia tidak menjumpai suatu hal pun yang lebih kuat
daripada sinar matahari. Maka ia menyempurnakannya dengan matahari, dan untuk
itu ia bubuhi huruf ك (kata perumpamaan/seperti).
1.3 Pembagian Tasybih
(1) Tasybih
Mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya. Contoh:
أنا كالماء
إنرضيت صفاء وإذاما سخطت كنت لهيبا
(Bila aku rela, maka aku setenang
air yang jernih; dan bila aku marah, maka aku sepanas api menyala).
(2) Tasybih
Mu’akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya. Contoh:
انت نجم فى
رفعة وضياء تجتليك العيون شرقا وغربا
(Kedudukanmu yang tinggi dan
kemashyuranmu bagaikan bintang yang tinggi lagi bercahya. Semua mata, baik di
belahan timur maupun barat, menatap ke arahmu).
(3)
Tasybih Mujmal adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya.
Contoh:
وكأنّ الشّمس
المنيرة دينار جلته حدائد الضّرّاب
(Matahari yang bersinar itu
sungguh bagaikan dinar {uang logam} yang tampak kuning cemerlang berkat tempaan
besi cetakannya).
(4) Tasybih
Mufashshal adalah tasybih yang disebut wajah syibehnya. Contoh:
سرنا فى
ليل بهيم كأنّه البحر ظلاما وإرهابا
(Aku berjalan pada suatu malam
yang gelap dan menakutkan, bagaikan berjalan di tengah laut).
(5) Tasybih Baligh
adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajah syibehnya. Contoh:
النّشر مسك
والوجوه دنا نير واطراف الأكفّ عنم
(Baunya yang semerbak itu bak
minyak kesturi, wajah-wajahnya yang berkilauan bak dinar {uang logam} dan
ujung-ujung telapak tangannya merah bak pacar).
1.4
Maksud Dan Tujuan Tasybih Adalah:
Menjelaskan kemungkinan terjadinya sesuatu hal
pada musyabbah yakni ketika sesuatu yang sangat aneh disandarkan kepada
musyabbah dan keanehan itu tidak lenyap sebelum dijelaskan keanehan serupa
dalam kasus lain.
Menjelaskan keadaan musyabbah yakni bila
musyabbah tidak dikenal sifatnya sebelum dijelaskan melalui tasybih yang
menjelaskannya. Dengan demikian, tasybih itu memberikan pengertian yang sama
dengan kata sifat.
Menjelaskan kadar keadaan musyabbah yakni bila
musyabbah sudah diketahui keadaannya secara global lalu tasybih didatangkan
untuk menjelaskan rincian keadaan itu.
Menegaskan keadaan musyabbah yakni bila
sesuatu yang disandarkan kepada musyabbah itu membutuhkan penegasan dan
penjelasan dengan contoh.
Memperindah atau memperburuk musyabbah.
Majaz secara
etimologi terbentuk dari kata jâza al-syai’
yajûzuhu (melampaui sesuatu). Sedangkan secara terminology.
Majaz menurut
al-Jurjani berarti nominal yang dimaksudkan untuk menunjuk sesuatu yang bukan
makna tekstual, karena adanya kecocokan antara keduanya (makna tekstual dan
kontekstual).[27]
2.1
Pembagian Majaz
a. Majaz Lughawi
Majaz Lughawi
adalah ujaran yang digunakan untuk menunjuk sesuatu diluar makna tekstual
(dalam istilah percakapan) karena adanya korelasi (dengan makna kiasan), dengan
adanya indikasi yang melarang pemaknaan asli (tekstual).[28]
Majaz Lughawi
dibagi lagi menjadi dua macam: Isti’arah dan Majaz
Mursal.
1) Isti’arah
Isti’arah
adalah majaz dimana hubungan antara makna asli dengan makna kiasan bersifat
hubungan ke-serupa-an.
Isti’arah
dilihat dari segi penyebutan musyabbah dan musyabbah bih-nya
dibagi lagi menjadi dua macam[29]:
a)
Al-Isti’arah al-Tashrihiyyah:
adalah isti’arah yang diutarakan dengan tetap menyebutkan kata-kata musyabbah
bih-nya, contoh:
وأقبل
يمشى فى البساط فما درى * إلى البحر يسعى أم إلى البدر يرتقى
b)
Al-Isti’arah al-Makniyyah:
adalah isti’arah yang dibuang musyabbah bih-nya dan digantikan
dengan sesuatu yang lazim dengan itu, contoh:
وإذا
المنية أنشبت أطفارها * ألفيت كل تميمة لا تنفع
Dilihat dari segi pengambilan kata-kata yang dijadikan isti’arah,
isti’arah ada dua macam, yaitu:
a) Isti’ârah
Ashliyyah : yaitu isti’ârah yang mana
kata-kata isti’arah-nya berasal dari ism jins (generik noun: kumpulan
noun berupa sesuatu non-personal), contoh:
كِتَابٌ
أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (إبراهيم: 1)
b) Isti’ârah
Taba’iyyah: yaitu isti’ârah yang
kata-kata isti’arah-nya diambil dari isim, fiil ataupun huruf,
contoh:
وَلأُصَلِّبَنَّكُمْ
فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ وَأَبْقَى (طه:71)
Dilihat dari pengkiasan musyabbah
dan musyabbah bih-nya, isti’arah dibagi menjadi tiga macam:
a.
Al-Isti’arah al-Murasysyahah: yaitu isti’ârah yang
disebutkan pengkiasan pada musyabbah bih-nya, contoh:
أُولَـئِكَ
الَّذِينَ اشْتَرَوا الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَت تِجَارَتُهُمْ وَمَا
كَانُوا مُهْتَدِينَ (البقرة: 16)
b. Al-isti’ârah
al-Mujarradah: yaitu isti’ârah yang disebutkan pengkiasan pada musyabbah-nya,
contoh:
وليلة
مرضت من كل ناحية * فما يضئ لـها نجم ولا قمر
c) Al-Isti’ârah
al-Muthlaqah: yakni isti’ârah yang tidak disebutkan pengkiasan
pasa musyabbah dan musyabbah bih-nya, ataupun disebutkan keduanya
secara bersamaan, contoh:
الَّذِينَ
يَنقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَآأَمَرَ اللَّهُ
بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
(البقرة: 27)
2) Majâz Mursal
Majâz Mursal adalah majâz dimana hubungan pemaknaannya tidak
bersifat ke-serupa-an. Majâz mursal dilihat dari segi pengkiasannya
dibagi ke dalam beberapa bentuk, diantaranya[30]:
a)
As-Sababiyyah , contoh:
له
أياد علي سابغة * أعد منها ولا أعددها (المتنبى)
b) Al-Musabbabiyyah,
contoh:
فمن
شهد منكم الشهر فليصمه (الآية)
c)
Al-Kulliyah, contoh:
يقولون
بأفواههم ما ليس في قلوبهم (الآية)
d) Al-Juz`iyyah,
contoh:
فرجعنك
إلى أمك تقر عينها ولا تحزن (الآية)
e)
I’tibâr mâ kâna, contoh:
وآتو
اليتامى أموالـهم (الآية)
f)
I’tibâr mâ yakûnu, contoh:
إني
أرني أعصر خمرا (الآية)
g) Al-Hâliyah,
contoh :
واسأل
القرية التى كنا فيها (الآية)
h) Al-Mahalliyah,
contoh:
وأما
الذين ابيضت وجوههم ففى رحمة الله (الآية)
b. Majâz ‘Aqli
Majâz ‘aqli adalah majâz yang menyandarkan fi’il (verb)
atau sejenisnya bukan kepada pemaknaan yang sebenarnya karena adanya indikasi
yang melarang pemakmaan yang sebenarnya (tekstual)[31].
Ada beberapa model hubungan pengkiasan dalam majâz ‘aqli, diantaranya:
1)
Hubungan sebab akibat, contoh:
وإذا
تليت عليهم آياته زدتهم إيمانا
2)
Hubungan waktu, contoh:
يوما
يجعل الولدان شيبا
3)
Hubungan tempat, contoh:
وجعلنا
الأنهار تجرى من تحتهم
Kinâyah secara etimologi adalah sesuatu yang dibicarakan oleh
seseorang namun maksudnya lain. Secara terminologi, kinâyah berarti
ujaran yang dimaksudkan bukan untuk makna sesungguhnya, namun diperbolehkan
menggunaan makna sesungguhnya karena tidak adanya indikasi yang melarang
keinginan pemaknaan haqiqî.[33]
a)
Berkedudukan sebagai sifat,contoh:
قالت
الخنساء فى أخيها صخر: طويل النجاد رفيع العماد * كثير الرماد إذا ما شتا
b)
Berkedudukan sebagai mausûf, contoh:
الضاربين
بكل أبيض مخدام * والطاعنين مجامع الأضغان
c)
Berkedudukan sebagai nisbat, contoh:
إن
السماحة والمروءة والندى * فى قبة ضربت على ابن الحشرج
B. الوضعية دلالة
a. Pengertian
dilalah
Dilalah
secara bahasa artinya menunjukan (tanda).
Secara istilah
امر من امر فهم
Dilalah secara istilah
adalah memahami suatu perkara dari perkara yang lain. (hilyatul lubbil mashun:
134)
b. Pembagian
dilalah
Dilalah
wadi’iyyah dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Dilalah
muthobaqoh
كون
اللفظ دالا على تمام ماوضع له
Yaitu
keberadaan suatu lafadz yang menunjukan kesempurnaan makna yang dicetak
untuknya.
2. Dilalah
fadlommum
كون
اللفظ دالا على جزءه فى ضمن كله
Yaitu
keberadaan suatu lafadz yang menunjukan makna sebagian yang tercakup dalam
keseluruhan lafadz.
3. Dilalah
iltizam
كون
اللفظ دالا على أمرخارج عن معناه لازم له
Yaitu keberadaan
lafadz yang menunjukan pada perkara yang keluar dari maknanya, tetapi selalu
menetap padanya.
Wallahu A'lam Bi Showab....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar