Pentingnya Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal
(Oleh: Fafa Al-faqier Al-khaqier)selasa 10-09-2013
Pembaca yang dimuliakan oleh Allah ta’ala,
kalau kita membicarakan Ilmu dalam islam, maka kita membicarakan
sesuatu yang tidak ada habisnya untuk di bahas. Sejarah mencatat,
kehidupan umat manusia sebelum diutusnya Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam
sangatlah jauh dari petunjuk ilahi. Norma-norma kebenaran dan akhlak
mulia nyaris terkikis oleh kerasnya kehidupan, karena itulah masa
tersebut masa jahiliyah, yaitu masa kebodohan.
Ketika keadaaan manusia seperti itu maka
Allah pun menurunkan Rasul-Nya, dengan membawa bukti keterangan yang
jelas, supaya Rasul tersebut bisa membimbing manusia dari kegelapan
menuju cahaya yang terang berderang dengan keterangan yang sangat jelas,
dengan bukti-bukti yang sangat jelas, Allah ta’ala berfirman dalam al-Qur’an, “Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat, karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (yaitu syaithan dan apa saja yang
disembah selain dari Allah ta’ala) dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Islam adalah agama yang sarat (penuh) dengan ilmu pengetahuan, karena sumber ilmu tersebut adala wahyu yang Allah ta’ala turunkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan perantara malaikat Jibril ‘alaihis salam. Allah ta’ala Berfirman: “Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4) Dengan ilmu inilah Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan semua jalan kebaikan, dan beliau peringatkan tentang jalan-jalan kebatilan. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam
adalah Nabi yang terakhir dan sekaligus Rasul yang diutus kepada umat
manusia dan jin. Maka ketika Rasulullah wafat, beliau telah mengajarkan
ilmu yang paling bermanfaat dari wahyu Allah ta’ala, ilmu yang
sempurna, ilmu yang membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka
barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup
untuk kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Ilmu Dahulu Sebelum Amal
Imam besar kaum muslimin, Imam Al-Bukhari berkata, “Al-’Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali”, Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal. Perkataan ini merupakan kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah ta’ala “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19). Dari ayat yang mulia ini, Allah ta’ala
memulai dengan ilmu sebelum seseorang mengucapkan syahadat, padahal
syahadat adalah perkara pertama yang dilakukan seorang muslim ketika ia
ingin menjadi seorang muslim, akan tetapi Allah mendahului syahadat
tersebut dengan ilmu, hendaknya kita berilmu dahulu sebelum mengucapkan
syahadat…, kalau pada kalimat syahadat saja Allah berfirman seperti ini
maka bagaimana dengan amalan lainnya, tentunya lebih pantas lagi kita
berilmu baru kemudian mengamalkannya. Ucapan ini beliau katakan ketika
memberi judul suatu Bab di dalam kitab beliau “Shahihul Bukhari” dalam kitab Al-Ilmu.
Pentingnya Ilmu Agama
Berikut ini adalah penjelasan singkat dari sebagian Ulama berkaitan dengan perkataan Al-Imam Al-Bukhari di atas:
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin berkata: “Al-Imam Al-Bukhari berdalil dengan ayat ini (Muhammad: 16) atas wajibnya mengawali dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Dan ini merupakan dalil atsari (yang berdasarkan periwayatan) yang menunjukkan atas insan bahwa berilmu terlebih dahulu baru kemudian beramal setelahnya sebagai langkah kedua. Dan juga di sana ada dalil ‘aqliyah (yang telah diteliti) yang menunjukkan atas ‘ilmu sebelum berkata dan beramal’. Hal itu karena perkataan dan amalan tidak akan benar dan diterima sehingga perkataan dan amalan tersebut mencocoki syariat, dan manusia tidaklah mungkin mengetahui bahwa amalnya mencocoki syariat kecuali dengan ilmu.” (Syarh Tsalatsatul Ushul Syaikh ‘Utsaimin)
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin berkata: “Al-Imam Al-Bukhari berdalil dengan ayat ini (Muhammad: 16) atas wajibnya mengawali dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Dan ini merupakan dalil atsari (yang berdasarkan periwayatan) yang menunjukkan atas insan bahwa berilmu terlebih dahulu baru kemudian beramal setelahnya sebagai langkah kedua. Dan juga di sana ada dalil ‘aqliyah (yang telah diteliti) yang menunjukkan atas ‘ilmu sebelum berkata dan beramal’. Hal itu karena perkataan dan amalan tidak akan benar dan diterima sehingga perkataan dan amalan tersebut mencocoki syariat, dan manusia tidaklah mungkin mengetahui bahwa amalnya mencocoki syariat kecuali dengan ilmu.” (Syarh Tsalatsatul Ushul Syaikh ‘Utsaimin)
Asy-Syaikh Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz Alu
Syaikh berkata, “Ilmu itu jika ditegakkan sebelum ucapan dan amal, maka
akan diberkahi pelakunya meskipun perkaranya kecil. Adapun jika ucapan
dan amal didahulukan sebelum ilmu, walaupun bisa jadi perkaranya itu
sebesar gunung, akan tetapi itu semua tidaklah di atas jalan
keselamatan…Karenanya kami katakan, Jadikanlah ilmu tujuan penting dan
utama, jadikanlah ilmu tujuan penting dan utama, ilmu di mulai sebelum
yang lain, khususnya ilmu yang membuat ibadah menjadi benar, ilmu yang
meluruskan aqidah, ilmu yang memperbaiki hati, ilmu yang menjadikan
seseorang berjalan dalam amalannya sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan di atas kebodohan.” (Syarh Tsalatsatul Ushul Syaikh Abdul Aziz, Maktabah Syamilah)
Ibnu Baththal berkata, “Suatu amal tidak
teranggap kecuali di dahului oleh ilmu, dan maksud dari ilmu ini adalah
ilmu yang Allah janjikan pahala padanya”. Ibnu Munir berkata, “Imam
Al-Bukhari bermaksud dengan kesimpulannya itu, bahwa ilmu merupakan
syarat atas kebenaran suatu perkataan dan amalan. Maka suatu perkataan
dan amalan itu tidak akan teranggap kecuali dengan ilmu. Oleh sebab
itulah ilmu didahulukan atas ucapan dan perbuatan, karena ilmu itu
pelurus niat, di mana niat itu akan memperbaiki amalan.” (Dinukil dari Taisirul Wushul Ila Nailil Ma’mul, Syarh Tsalatsatul Ushul)
Pelajaran yang dapat kita petik adalah,
kita hendaknya “Berilmu sebelum berkata dan beramal” karena ucapan dan
perbuatan kita tidak akan ada nilainya bila tanpa ilmu, amalan yang
banyak yang kita lakukan bisa tidak teranggap di sisi Allah kalau tidak
didasari dengan Ilmu.
Anjuran Berilmu Agama
Dalam Al-Qur’an dan hadits terdapat begitu banyak anjuran yang memerintahkan agar kita berilmu agama. Bahkan sesungguhnya Allah ta’ala
telah memuji ilmu dan pemiliknya. Menyiapkan bagi siapa saja yang
berjalan di atas titian ilmu tersebut balasan yang baik, pahala,
ganjaran, Allah ta’ala mengangkat derajat kedudukan mereka di dunia dan akhirat. Allah ta’ala berfirman: “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Keutamaan Ilmu Agama, Pencarinya, dan Ulama
Pembaca yang dimuliakan oleh Allah,
sudah suatu kepastian bahwa setiap manusia pada asalnya adalah bodoh,
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun. Allah ta’ala berfirman, “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu pun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)
Namun hendaknya setiap pribadi muslim
tidak membiarkan dirinya terus menerus dalam keadaan bodoh akan ilmu
agamanya sendiri. Sebab kebodohan itu apabila terus menerus dipelihara
dapat mengantarkannya kepada kehinaan dan kerugian yang besar.
Sebaliknya ilmu agama islam ini adalah satu-satunya ilmu yang dapat
mengantarkan seseorang meraih kemuliaan hidup yang hakiki di dunia dan
akhiratnya.
Berikut ini di antara motivasi yang Allah dan Rasul-Nya tunjukkan akan betapa mulianya ilmu:
1. Pencari ilmu akan Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan dalam rangka untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim)
2. Orang yang dikaruniai ilmu agama merupakan tanda kebaikan dari Allah ta’ala baginya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah akan memahamkan ilmu agama kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka dari hadits ini kita bisa mengambil kesimpulan, seseorang yang tidak Allah berikan pemahaman agama kepadanya maka ini merupakan tanda Allah tidak menginginkan kebaikan kepadanya, dan sebaliknya seorang yang paham dengan agama Allah merupakan tanda kebaikan pada dirinya.
Maka dari hadits ini kita bisa mengambil kesimpulan, seseorang yang tidak Allah berikan pemahaman agama kepadanya maka ini merupakan tanda Allah tidak menginginkan kebaikan kepadanya, dan sebaliknya seorang yang paham dengan agama Allah merupakan tanda kebaikan pada dirinya.
3. Ulama adalah pewaris para Nabi. “Sesungguhnya
para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham (harta) akan tetapi
mereka mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya maka sungguh ia telah
mendapatkan bagian yang sangat banyak.” (HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan At-Tirmidzi)
4. Seorang yang berilmu adalah cahaya yang menjadi petunjuk bagi manusia dalam urusan agama maupun dunia, bila seorang ulama meninggal maka itu adalah musibah yang dialami kaum muslimin. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak mengangkat ilmu secara langsung dari hati hamba-hambanya
akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga
ketika Allah tidak lagi menyisakan ulama, jadilah manusia mengangkat
pemimpin-pemimpin yang bodoh sebagai ulama, mereka bertanya kepadanya
dan ia pun menjawab tanpa ilmu sehingga ia sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Rasulullah Berdoa kepada Allah agar ditambahkan ilmu agama. Cukuplah kemuliaan bagi ilmu dengan Allah ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagai Nabi pilihan untuk berdoa meminta tambahan ilmu, bukan meminta
tambahan harta atau yang selainnya dari perkara dunia, Allah ta’ala berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad), “Wahai Rabbku, tambahkanlah ilmu bagiku.” (QS. Thaha: 114)
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang
menyebutkan tentang keutamaan ilmu dan ucapan para Ulama dalam hal ini,
namu cukuplah apa yang telah kami sebutkan di atas untuk mewakili
banyaknya keutamaan-keutamaan tersebut.
Ilmu Apa Yang Wajib Dipelajari
Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia
adalah ilmu yang menuntut untuk di amalkan saat itu, adapun ketika
amalan tersebut belum tertuntut untuk di amalkan maka belum wajib untuk
dipelajari. Jadi ilmu tentang tauhid, tentang 2 kalimat syahadat, ilmu
tentang iman, adalah ilmu yang wajib dipelajari ketika seseorang menjadi
muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui.
Kemudian ilmu tentang shalat, hal-hal
yang berkaitan dengan shalat, seperti bersuci dan lainnya, merupakan
ilmu berikutnya yang harus dipelajari, kemudian ilmu tentang hal-hal
yang halal dan haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya.
Contohnya seseorang yang saat ini belum
mampu berhaji, maka ilmu tentang haji belum wajib untuk ia pelajari saat
ini, akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, maka ia wajib
mengetahui ilmu tentang haji dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
haji. Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan, adalah hal pertama
yang harus dipelajari, karena setiap amalan yang ia lakukan tentunya
berkaitan dengan niat, kalau niatnya dalam melakukan ibadah karena Allah
maka itu amalan yang benar, adapun kalau niatnya karena selain Allah
maka itu adalah amalan syirik, kita berlindung dari berbuat syirik
kepada Allah ta’ala.
Mewaspadai Bahayanya Kebodohan
Pembaca kaum muslimin yang dimuliakan Allah, demikianlah beberapa bentuk kemuliaan yang Allah ta’ala berikan terhadap para pemilik ilmu sehingga tidak sama kedudukannya dengan mereka yang tidak memiliki ilmu. Allah ta’ala berfirman: “Katakanlah (ya Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dengan orang yang tidak mengetahui (jahil)?.” (QS. Az-Zumar: 9)
Sebaliknya orang yang jahil akan ilmu agama-Nya disebutkan oleh Allah ta’ala sebagai seorang yang buta yang tidak bisa melihat kebenaran dan kebaikan. Allah ta’ala berfirman, “Apakah
orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari
Rabbmu adalah al-haq (kebenaran) sama dengan orang yang buta? (tidak
mengetahui al-haq).” (QS. Ar-Ra’d: 19)
Hal ini menunjukkan bahwa yang
sebenarnya memiliki penglihatan dan pandangan yang hakiki hanyalah
orang-orang yang berilmu. Adapun selain mereka hakikatnya adalah orang
yang buta yang berjalan di muka bumi tanpa dapat melihat. Allah ta’ala berfirman: “Tidak sama antara penghuni an-nar dengan penghuni al-jannah.” (QS. Al-Hasyr: 20)
Semoga Allah ta’ala memberi
taufik kepada kita semua untuk senantiasa berilmu sebelum berkata dan
beramal. Semoga Allah menolong kita untuk meraih kemuliaan hidup yang
hakiki di dunia dan akhirat dengan mempelajari ilmu agama islam yang
benar yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan
pemahaman para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di bawah bimbingan Ulama Pewaris Nabi. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.(Fafa Al-faqier Al-khaqier)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar