Total Tayangan Halaman

Jumat, 07 Februari 2014

Perseteruan Ideologis dalam tubuh NU




Perseteruan
Ideologis dalam tubuh NU

Oleh: (Fafa A-lfaqier)
[kajianilmiahfafaabunawas.blogspot.com]

Di balik insiden Oleh Oknum Banser
dan perusakan mobil yang
menimpa Ketua DPD FPI Jawa
Tengah, KH Syihabuddin di
Wonosobo beberapa waktu
lalu, yang diindikasikan
dilakukan oleh sekelompok
massa beratribut Banser,
menguak ketegangan yang
masih berlangsung seiring
upaya kaum Liberalis-Pluralis
mengukuhkan dominasinya
dalam tubuh NU.

Ketika mengisi pengajian
Maulid di Desa Bowongso,
Kecamatan Kalikajar,
Kabupaten Wonosobo, Kyai
Syihab menyinggung
keberadaan Banser yang
turut serta dalam
pengamanan Natal di gereja-
gereja dan tempat maksiat di
Bandungan pada bulan
Ramadhan yang lalu. Bukan
hanya isi ceramah yang
menyulut emosi pihak-pihak
yang tersinggung, tetapi
sebenarnya di balik itu telah
ada perseteruan ideologis
yang panjang pada akar
rumput Nahdliyin, antara kaum
Liberalis vis mereka yang
mempertahankan sikap fanatik
dalam beragama.

NU hingga era 70-an, tampak
seperti benteng yang kukuh
dalam menghadapi arus
sekulerisme. Dalam perspektif
waktu itu terlihat seperti
tidak mungkin ideologi
sekularisme dan liberalisme
akan begitu saja masuk ke
tubuh NU dengan mudah.
Dalam perspektif waktu itu
resistensi NU terhadap
sekularisme seolah tampak
sama kuatnya dengan
resistensi terhadap isu Wahabi
atau isu pembaharuan Islam,
bahkan modernisasi dalam
berbagai aspeknya masih sulit
diterima di NU. Tetapi
kemudian bibit-bibit ideologi
sepilis ternyata bisa juga
tumbuh subur pada kolotnya
lahan tandus NU yang
sebelumnya sangat tertutup,
bahkan saat ini mungkin telah
menjadi mainstream, sungguh
di luar dugaan.

Jika saat ini pemikiran
sekulerisme, pluralisme,
liberalisme, baik yang
disampaikan secara vulgar
seperti keberadaan JIL, atau
yang dikemas lebih halus dan
terselubung agar lebih
diterima di akar rumput
Nahdliyin, dalam bentuk
seperti Islam moderat atau
rahmatan lilalamin sudah
sangat kuat tertancapkan
dominasinya di NU, didukung
masifnya infiltrasi budaya pop
dan westernisme yang
memporak-porandakan kultur
Nahdliyin, tetap tidak
memadamkan sepenuhnya
perlawanan terhadap upaya-
upaya itu dari dalam Nahdliyin
sendiri.

Meski juga tidak semata-mata
keberhasilan penuh upaya
memasukkan ideologi sepilis ke
akar rumput NU, tetapi juga
pada kemampuan mereka
menjadikan kebanyakan akar
rumput NU sebagai silent
majority, yang tidak memiliki
pilihan lain dan tenggelam
dalam arus kuat opini yang
dinamakan sebagai Islam
moderat. Sebagaimana halnya
kuatnya opini mengagungkan
Gus Dur pada kalangan yang
sebenarnya tidak paham
pemikiran Gus Dur tentang
pluralisme dengan utuh.

Sekelompok kecil dalam
komunitas NU, tanpa takut
mendapatkan stigma radikal-
fundamentalis, bertahan
menyuarakan perlawanan.
Bersuara tentang berbagai
hal yang kontra dengan opini
Islam moderat dan rahmatan
lil alamin versi kaum Sepilis,
dari persoalan keseharian
yang ada di masyarakat
seperti penyakit masyarakat,
miras, perjudian dan
prostitusi, hingga isu yang
lebih besar seperti upaya
penegakan syariat.

Namun yang sebenarnya perlu
dicermati lebih lanjut adalah
efektifitas perlawanan
tersebut dalam membentengi
akar rumput Nahdliyin dari
infiltrasi paham sepilis lebih
jauh. Infiltrasi ideologi sepilis
didukung sepenuhnya dengan
berbagai sarana, penguasaan
struktur, media massa,
kekuatan intelektual, opini
dan budaya. Ketika upaya
sistematis kaum Sepilis ini
dihadapi dengan sikap
emosional belaka bisa menjadi
sesuatu yang kontraproduktif.

Sekelompok kecil komunitas
Nahdliyin yang berkoar-koar
pada panggung pengajian di
kampung-kampung,
menyuarakan kebatilan yang
memang nyata terjadi,
berbuah risiko tindak
kekerasan dari pihak-pihak
yang merasa tersinggung.
Kekerasan dari pihak yang
selama ini menyuarakan
toleransi, anti kekerasan,
perlindungan terhadap umat
lain dan aliran-aliran sempalan
seperti Ahmadiyah.

Tetapi ada yang lebih penting
dari hal itu, sikap emosional
tersebut menjadi
kontraproduktif dalam perang
opini yang memperebutkan
akar rumput Nahdliyin.
Menjauhkan akar rumput
Nahdliyin dari komunitas yang
diberi label sebagai radikal-
fundamentalis tersebut,
sekaligus memberi peluang
kepada kaum Sepilis
menancapkan pengaruh
mereka lebih jauh. Betapa
dakwah ini juga memerlukan
upaya yang sistematis dan
komprehensif.

Keberhasilan infiltrasi paham
sepilis pada ormas Islam
seperti NU dan Muhammadiyah
hendaknya menjadi sebuah
pembelajaran yang
menumbuhkan sikap
kebersamaan dan
kewaspadaan pada umat ini.
Bukan tidak mungkin aset-
aset umat yang lain seperti
MUI, DDII, FUI, HTI dan
sebagainya suatu saat akan
tertimpa infiltrasi serupa dari
arus deras liberalisme dan
pluralisme.
Maka alternatif yang harus di pilih bagi umat islam sekarang untuk menyelamatkan Aqidah dan keutuhan syari’at islam tidak ada lain kecuali menghindari Fanatisme buta,atau yang lebih jelasnya jangan Taklid MICEK…’’ harus bisa bedakan mana teman mana lawan,mana sejatinya saudara yang harus di bela dan musuh yang harus di lawan.
Semga ini bisa menjadi bahan Mukhasabah/intropeksi untuk kita masing2 pihak agar menjadi umat yang cerdas dan umat yang selamat dunia akhirat.
Wallahu a’lam bishowab….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar