Muqaddimah
Qadhiyah
perbudakan dalam Islam adalah qadhiyah yang masih kontroversi. Antara yang
kukuh dan tetap mempertahankan, dan sebagian yang menganggap bahwa perbudakan
sudah tidak ada dan tidak relevan lagi, dengan argumen Islam telah mencabut segala
macam bentuk perbudakan sampai ke akar-akarnya, dan membuka pintu
selebar-lebarnya dalam memerdekakan budak.
Para ulama salaf
dan khalaf, mengabadikan konsep perbudakan ini ke dalam kitab-kitab karangan
mereka. Hal ini dianggap sebagai hal yang menarik dan sangat urgen untuk
diketahui oleh umat Islam. Melihat umat Islam saat ini yang sebagian besar
masih kurang tahu menahu tentang konsep perbudakan dalam Islam. Terkadang kita
mencampur adukkan dan menyamaratakan sikap non muslim dan muslim itu sendiri
dalam bermuamalah dengan budak. Adalagi yang beranggapan perbudakan itu
dipelopori oleh Islam. Persepsi semacam
ini sekuat mungkin kita buang jauh-jauh dari pikiran kita, dan tugas kita
adalah mencari tahu bagaimanakah sistem perbudakan dalam Islam yang sebenarnya.
Apakah betul
perbudakan telah dibumihanguskan oleh Islam? Bagaimanakah sikap dan cara Islam
dalam memandang sistem perbudakan? Apakah betul yang dikatakan orientalis bahwa
Islam menjadi pelopor dalam menghalalkan free seks dengan bolehnya menggauli
budak perempuan? Bagaimanakah cara sebenarnya yang ditempuh Islam dalam
memerdekakan budak? Dan beberapa pertanyaan lagi yang menyangkut perbudakan,
akan kita bahas dan mendiskusikannya bersama pada kajian eksternal mujaddid di
kesempatan ini. Penulis sangat mengharapkan kritikan dan masukan dari peserta
diskusi. Dan semoga dari makalah sederhana ini bisa sedikit menambah wawasan
kita tentang konsep perbudakan dalam islam.
1. Sejarah
perbudakan
Sebelum agama
Islam datang, perbudakan sudah menjadi sistem bagi sebagian negara-negara
besar, semisal Romawi, Persia, Babilonia dan Yunani. Bangsa ini telah
menerapkan dan memakai sistem perbudakan. Perbudakan sangat terkait dengan
sistem perekonomian dan politik yang mereka terapkan. Perbudakan menjadi
komodoti negara dengan memperjualbelikan sejumlah budak. Bahkan setiap budak
mempunyai taraf harga yang berbeda-beda.
Budak dikala itu
bagaikan manusia setengah hewan, pekerjaan-pekerjaan berat dan kotor semuanya
menjadi pekerjaan budak. Budak menjadi hak paten bagi pemiliknya. Tidak ada
norma-norma maupun rasa kemanusiaan yang diberikan kepada budak. Budak menjadi
momok mengerikan yang penuh dengan penindasan dan kedzaliman. Bahkan tak jarang
ditemukan budak yang disiksa oleh tuannya dengan berbagai macam siksaan, yang
berujung pada kematian.
Kita mencoba
mengambil satu contoh suatu bangsa dalam memperlakukan budak-budak mereka,
semisal bangsa Romawi. Para pemimpin dan para pembesar Romawi, mereka mempunyai
ribuan budak yang menjadi pelayan dari seluruh keinginan mereka. Penderitaan
yang dialami budak-budak mereka, tidak menjadi tanggungan terhadap apa yang
mereka lakukan.
Para budak mereka
perlakukan dengan bengis. Mereka membelenggu dengan ikatan yang kuat yang tidak
mungkin bagi mereka melarikan diri, mereka juga tidak memberikan pada para
budak makanan, kecuali sekadarnya saja, jadilah budak itu seperti hewan yang
penuh dengan cemoohan.
Inilah sedikit
gambaran, akan penindasan dan penganiayaan yang dialami oleh para budak, dan
sudah menjadi rahasia umum, bahwa undang-undang Roma memberikan hak mutlak
kepada pemilik budak untuk mengurusi budak mereka, tak ada larangan maupun
undang-undang yang mengatur hak-hak bagi sang budak. Siksaan cacian dan makian
sampai pada pembunuhan tidak menjadi larangan bagi pemilik budak. Pemilik budak
melakukan sekehendak hati terhadap budak, jadilah mereka seperti hewan bahkan
lebih rendah dari hewan.
2. Sebab-Sebab
Munculnya Perbudakan
Sebelum islam
datang, banyak faktor-faktor yang meyebabkan terbukanya jalan menuju
perbudakan, inilah yang menjadi sebab munculnya perbudakan dimasa Roma, Persia, Babilonia dan Yunani.
1.
Nafsu untuk memperbudak, ketika suatu kelompok menang dalam sebuah peperangan.
2.
Karena kemiskinan dan kefakiran, dan tidak adanya kesetiaan terhadap agama.
3.
Munculnya perbudakan karena hukum dari tindak kriminal, seperti mencuri dan
membunuh.
4.
Karena mencari pekerjaan dan tempat tinggal.
5.
Karena penyanderaan dan penculikan.
6.
Karena tradisi para raja, pembesar dan kaisar.
3. Sikap Islam
Terhadap Perbudakan
Setelah melihat
dan menyaksikan perlakuan kepada budak yang tidak manusiawi, maka hadirlah
Islam, mengatur dan membuat aturan-aturan yang menjamin hak-hak dan kehidupan
bagi sang budak. Para budak tidak lagi menjadi hinaan dan cemoohan, tapi Islam
mengangkat para budak setingkat dengan orang yang merdeka. Islam tidak
memandang dengan mata sebelah para budak, bahkan budak mendapatkan posisi dalam
masyarakat.
Sebelumnya juga
sudah disinggung, sebelum Islam datang ada beberapa wasilah yang bisa
menjadikan seseorang menjadi budak. Kemudian apa tindakan Islam terhadap
wasilah ini? Islam datang untuk mempersempit jalan masuk menuju perbudakan.
Dalam artian tidak menghilangkannya secara mutlak sistem perbudakan. Bisa
dikatakan bahwa Islam menetapkan dan mengakui adanya perbudakan, namun Islam
membatasi jalan-jalan menuju kesana. Islam
menutup seluruh jalan untuk masuk kedalam perbudakan, kecuali satu jalan saja,
dan itu pun menjadi sebuah alternatif, yaitu memperbudak terhadap tawanan
perang.
Perang yang
didalamnya dibolehkan memperbudak tawanan dalam syariat islam adalah perang
yang berlandaskan syariat, dan dalam memperbudak tawanan ada beberapa hal yang
mesti diperhatikan. Abdullah Nashih U’lwan, dosen dirasah islamiyah universitas
kerajaan Abd. Aziz di Jeddah, menjelaskan, ada beberapa karakter yang masuk
kategori dalam perang menurut syariat, yaitu :
1. Memerangi musuh Islam di jalan Allah.
Annisa : 76. Maksudnya adalah perang ini tidak berlandaskan perang dengan
syahwat, dan tidak bertujuan untuk menjajah.
2. Tidak boleh seorang muslim memerangi
kelompok lain, kecuali setelah memberikan peringatan dan memberikannya tiga altenatif.
Pertama, apakah dengan mengajaknya memeluk agama islam. Kedua, memerintahkannya
membayar jizyah. Dan Jika kedua altenatif ini tidak dipenuhi maka yang ketiga
adalah baru mengadakan perang kepada
mereka.
3. Bagi muslimin agar mengadakan perdamaian
jika pihak musuh menginginkan perjanjian perdamaian, namun dengan syarat tidak
adanya kemaslahatan hanya pada pihak musuh, dan kerugian bagi pihak muslim.
Inilah beberapa
cara yang ditempuh dalam menjadikan
perang sesuai dengan syariat. kemudian, apa yang dilakukan jika tawanan
perang sudah ada pada kita? Syekh U’lwan menambahkan, ada empat cara yang dilakukan terhadap para
tawanan. pertama, membebaskannya. kedua, para tawanan ditebus. ketiga, dibunuh.
Dan keempat dijadikan budak. Kesemuanya ini dipegang penuh oleh imam
muslimin/khalifah, atau panglima perang. Imam memilih salah satu pilihan, yang disesuaikan dengan kemashlahatan.
4. Muamalah
Islam dengan Budak
Belum pernah kita
dapatkan aturan-aturan kemasyarakatan atau pemerintahan dalam menyikapi budak
secara adil dan berperikemanusiaan selain Islam. Sistem pemerintahan Roma dan
bangsa yang lainnya telah memperlihatkan akan keganasan dalam memperlakukan
budak lebih rendah dari binatang. Olehnya Islam datang untuk memperbaiki metode
dalam bermuamalah dengan budak. Disini kita akan coba merumuskan dalam tiga
rumusan. pertama, Islam memandang bahwa budak juga manusia yang berhak
memperoleh hak dan kemuliaan.
Islam datang
mengembalikan hakekat manusia, tanpa membedakan warna kulit, jenis dan
tingkatannya. Didalam Al Quran Allah berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan
kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling kenal mengenal,
sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang bertakwa”.
Kedua, persamaan
budak dengan manusia menyangkut hak dan kewajiban. Begitu juga Islam menerapkan
persamaan ini tentang ‘uqubat (sangsi), dan hudud (hukum). Sebagaimana
rasulullah bersabda, “ Barangsiapa membunuh budaknya, maka kami akan balas
membunuhnya, dan barang siapa memotong budaknya,
maka kami akan memotongnya juga, dan barangsiapa yang mengebiri
budaknya, maka kami akan mengebirinya juga”.(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan
Tirmidzi).
Dalam persoalan pahala
dan nikmat akhirat, Islam tidak mempetak-petakan dan mendiskriminasi golongan
tertentu, tapi islam mengggunakan sistem persamaan. Contohnya, Allah akan
mempersiapkan bagi hamba-Nya yang taat kepadanya, berupa nikmat surga. Allah
berfirman, “…Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun
perempuan sedangkan ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga,
mereka diberi rezeki didalamnya tidak
terhingga”.
Lafadz ayat ini
mengandung keumuman, bagi setiap laki-laki, perempuan, hamba sahaya, orang
merdeka, orang fakir, orang kaya dan sebagainya.
Ketiga, Islam
memperlakukan budak dengan manusiawi dan mulia. Dalam hal ini islam memiliki
metode tersendiri dalam memperlakukan budak secara adil dan manusiawi, yang
telah berlangsung berabad-abad lamanya. Misalnya dalam hal,
a.
Memberi makanan. Islam sangat menganjurkan bagi pemilik budak untuk berbuat
baik dalam memberikan makanan dan pakaian kepada budaknya. Rasulullah bersabda,
”Barang siapa yang memiliki budak, maka berilah makan seperti yang ia makan,
dan berilah pakaian seperti yang ia pakai”.
b.
Memanggil dengan panggilan yang tidak merendahkan. Bahkan islam melarang
seseorang memanggil dengan panggilan yang merendahkan dengan sebutan ini hamba
sahayaku atau ini budakku. Rasulullah bersabda,” Janganlah kamu mengatakan ini
adalah budak laki-laki ku, dan ini budak perempuanku, tapi hendaklah kamu
mengatakan ini adalah putra putriku”.(HR. Muslim)
Dengan metode
seperti ini, secara otomatis akan membuat para budak merasa tenang, karena ia
menjadi bagian dari keluarga tuannya.
c.
Larangan menzalimi budak. Islam sangat melarang keras bagi pemilik budak dalam
berperilaku keras dan aniaya terhadap budak mereka. Dari Ibn Umar rasululullah
saw bersabda, ”Siapa yang menampar, atau memukul budaknya, maka kaffaratnya
adalah dengan cara memerdekakannya”.( HR. Muslim)
d.
Anjuran dalam berbuat baik pada budak. Islam juga memerintahkan kepada
penganutnya agar berbuat baik kepada
seluruh orang lain, tanpa mengecualikan golongan tertentu, seperti
budak. Allah berfirman,…”Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua karib
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman
sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai
orang-orang sombong dan membanggakan diri”.
Muhammad Qutb dalam kitab Assyubhat memberikan contoh
bagaimana Islam bermuamalah dengan budak. Rasulullah saw, mempersaudarakan
sebagian dari budak-budak dengan beberapa pemuka Quraisy, Bilal bin Rabbah
dipersaudarakan dengan Khalid bin Ruwaihah Al khatsma’i, Zaid bin Haritsah
dengan Hamzah bin Abdul Muthalib, Zaid dipersaudarakan dengan Abu Bakar As
Siddiq.
Rasulullah saw,
memberikan sebuah contoh dalam berbuat baik dengan budak, yaitu dengan
mempersaudaran mereka dengan beberapa pembesar Quraisy, nyatalah bahwa islam
agama yang tidak menginjak-injak dan menganiaya para budak, tapi islam agama
yang mengajarkan, agar selalu memerhatikan para budak. Diriwayatkan dari Ali
ra, rasulullah saw, bersabda, ”Bertakwalah kalian kepada Allah dan
perhatikanlah budak-budak yang kalian miliki”.
Inilah sebagian
rumusan yang ditawarkan oleh islam semenjak berabad-abad lamanya dalam
bermuamalah dengan budak. Sebuah sikap
yang mencerminkan kelembutan dan kasih sayang ajaran-ajarannya. Adakah
sistem yang lebih baik dari islam?
5. Cara Islam
Memerdekakan Budak.
Islam semenjak
awal telah memerdekakan budak dari dalam sanubari mereka, perlakuan dengan
manusiawi yang telah berlangsung berabad silam diperuntukkan bagi para budak,
agar mereka merasa hak dan kewajiban mereka setara dengan orang-orang merdeka.
Inilah konsep yang Islam berikan. Setelah pembebasan dari dalam, kemudian Islam
sungguh-sungguh membebabaskan dari luar. Inilah pembebasan yang sebenarnya.
Selain Islam yang
mengupayakan pembebasan para budak, di negara barat juga telah meneriakkan akan
kebebasan bagi tiap individu, atau biasa kita kenal dengan istilah HAM.
Muhammad Quthb
mengatakan, pembebasan perbudakan secara dekrit undang-undang, seperti yang
pernah dikeluarkan oleh Abraham Lincoln, tidak akan menghasilkan kebebasan yang
sebenar-benarnya, kenapa? Karena dalam kehidupan, mereka masih berada dibawah
bayang-bayang perbudakan.
Adapun metode
islam dalam memerdekakan budak mencakup beberapa hal:
1.
Memerdekakan karena mengharap ridha Allah
Seorang majikan
melakukan hal ini, tidak lain untuk mendapatkan rahmat dari Allah swt. Allah
menyuguhkan banyak keistimewaan dan pahala yang berlipat, bagi siapa saja yang
ingin memerdekakan budaknya. Islam sangat mendorong untuk memerdekakan budak
dengan cara ini, walaupun hal ini sangat sulit untuk dilakukan. Allah
berfirman, “Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. tahukah
kamu jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan budak”.
dalam Hadis nabi
saw, juga banyak menjelaskan keistimewaan dan pahala bagi orang-orang yang
membebaskan budaknya. Nabi bersabda, “Siapa saja memerdekakan seorang budak
muslim, maka Allah menjanjikan akan membebaskan dengan setiap anggota tubuh
budak itu, setiap anggota tubuhnya dari api neraka”. (HR.Abu Daud dan Nasai)
Para sahabat tidak
mau ketinggalan dalam pelaksanaan amar ma’ruf ini, Abu Bakar As siddiq
menginfakkan sejumlah hartanya untuk membeli budak-budak dari para pembesar
Quraisy dan kemudian memerdekakannya.
2.
memerdekakan karena kaffarat
Ini adalah wasilah
yang sangat penting dalam membebaskan para budak. Di dalam Al Quran banyak
sekali kita dapati dalil yang memerintahkan membebaskan budak dengan cara
seperti ini, yaitu membebaskan budak karena telah melakukan pelanggarn syariat
Islam. Dan sudah pasti dalam realita, tidak sedikit yang membuat
pelanggaran. Artinya dengan cara ini
Islam benar-benar ingin membebaskan budak sebanyak-banyaknya. Diantara sarana
dalam membebaskan budak dengan cara kaffarat disebutkan dalam Al Quran :
Ø Membunuh
karena tidak bersalah (tidak disengaja). Maka baginya memerdekakan budak dan
membayar diyat. Annisa :92.
Ø Membunuh
dari seorang kaum kafir yang berada dalam perjanjian damai dengan mereka. Maka
kaffaratnya adalah dengan memerdekakan budak. Annisa 92.
Ø Orang yang
melanggar sumpah, kaffaratnya dengan memerdekakan budak. Al maidah :89.
Ø Orang yang
menzhihar
istrinya, kemudian bertaubat, kaffaratnya dengan membebaskan budak. Al mujadalah
:3.
Ø
Berhubungan dengan istri di siang hari ketika ramadhan, kaffartnya membesakan
budak.
3.
Memerdekakan karena mukatabah
Memerdekakan
karena keinginan budak sendiri, dengan cara membayar imbalan yang telah
disepakati oleh tuan dan budak secara berangsur. Allah berfirman,” …dan jika
hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah
kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada
mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang di
karuniakan-Nya kepadamu...”.
4.
Memerdekakan budak atas tanggungan daulah/Negara
Ini termasuk
sarana optimal dalam memerdekakan budak, karena negara yang turun langsung dan
menghandle dalam memerdekakan budak. Islam telah menetapakan bagi negara dana
khusus yang diambil dari dana zakat, dana ini disebut dalam Al Quran dengan
dana “wafi rriqabi”. Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang miskin,
amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan)
hambasahaya, untuk membebaskan orang-orang berutang, untuk jalan Alllah dan
untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Dan
Allah maha mengetahui, maha bijaksana”.
Sejarah mencatat
di zaman khulafaurrasydin, mereka lah (pemerintah) yang langsung mendatangi
pasar-pasar yang disana banyak budak yang diperjualbelikan, kemudian mereka
membeli para budak tersebut dan membebaskannya.
Dalam suatu
kesempatan Yahya bin Sa’id berkata, “Aku diutus oleh Umar bin Abdul Aziz untuk
memberi sedekah kepada orang-orang di afrika, kemudian aku mengumpulkannya dan mencari fuqara’, tetapi aku tidak
mendapatkan seorang orang fakir dan orang yang berhak mendapatkan sedekah ini,
karena Umar bin Abdul Aziz telah mencukupkan mereka, maka saya membeli sejumlah
budak dan memerdekakannya”.
5.
Memerdekakan karena “ummu walad”.
Ini juga wasilah
dalam membebaskan budak. Ketika seorang perempuan menjadi budak seorang muslim,
maka seorang muslim boleh memperlakukan budaknya sama seperti ia memperlakukan
seperti isterinya. Jika mereka memperoleh anak dari hubungan mereka, maka dalam
syariat hal ini dianggap sebagai “ummu
walad”.Dan majikan tersebut haram menjual budaknya kepada orang lain. Kemudian
jika sang majikan ini meninggal dan budaknya belum dimerdekakan, maka secara
otomatis budak tersebut menjadi merdeka.
Inilah salah satu
perbedaan yang mendasar antara sistem perbudakan dalam islam dari sistem-sistem
yang lain. Dimana para budak wanita hanya dijadikan pelayan dan pemuas nafsu
bagi majikannya, hak-haknya dirampas. Mereka dihinakan, dan diperlakukan
seperti hewan. Dengan seenaknya mereka menukar dan memberikan budak mereka pada
orang lain. Tapi dalam Islam, hal ini tidak kita temukan dan tidak akan pernah
kita temukan. Islam sangat menjaga dan menghormati para perempuan, walaupun
status mereka adalah budak. Bagi budak perempuan, pintu-pintu menuju kebebasan
sangat terang. Yaitu dengan jalan mukatabah, dan mereka akan bebas secara
otomatis ketika majikannya telah meninggal dunia.
6.
Memerdekakan karena berbuat zalim
Sebagian fuqaha’
semisal hanabilah, memasukkan kategori ini, dalam wasilah memerdekakan budak.
Sebagaimana Islam sangat menekankan sikap yang lemah lembut kepada para budak.
Agar mereka bisa merasakan keberadaan dan status mereka sebagai manusia.
Begitu juga
rasulullah saw, sangat membenci bagi siapa saja yang berlaku kasar dan berbuat semena-mena terhadap
budaknya. Suatu ketika rasulullah saw, melihat Ibn Mas’ud memukuli budaknya,
kemudian rasulullah bersabda, ”Ketahuilah Ibn Mas’ud, Allah swt, telah
menguasakan budak ini kepadamu”. Dalam
hadis lain nabi bersabda,” Barang siapa memukul budaknya, bukan karena
kesalahan yang ia lakukan, maka kaffaratnya
adalah dengan memerdekannya”.(HR. Muslim).
Macam-macam budak
dan pengertianya
- Qinah, adalah budak perempuan yang dimiliki oleh seseorang beserta kedua orang tuanya. Dan kalau budaknya laki-laki disebut qinun.
- Mudaabbaroh, adalah budak perempuan yang diomongi oleh majikanya demikian, ”Jika aku mati, maka engkau merdeka". Kalau budaknya laki-laki disebut mudabbar.”
- Mastauladah, adalah budak perempuan yang dihamili oleh majikanya dan melahirkan anak dari hubungan seksual dengan majikannya
- Mukatabah, adalah budak perempuan (kalau laki-laki disebut mukatab) yang akan dimerdekakan oleh majikanya apabila membayar sejumlah uang kepada majikanya dalam waktu yang telah ditentukan dengan jalan mengangsur.
- Musytarokah, adalah budak perempuan yang dimiliki oleh lebih dari satu orang karena diwariskan oleh keluarganya yang meninggal dunia kepada ahli waris yang lebih dari satu orang atau karena ada dua orang yang membeli seorang budak perempuan dengan jalan syirkah.
- Majusiyah, adalah budak perempuan yang menganut agama majusi, yaitu agama yang mengangap ada dua tuhan, yaitu: tuhan terang (Ormuz), dan tuhan gelap (Ahriman).
- Murtadah, adalah budak perempuan yang telah memeluk agama Islam kemudian lari dari agama Islam.
Budak qin
Hamba sahaya/amat yang mutlak kehambaannya atas tuannya.
Budak mudabbar
Hamba sahaya/amat yang bebas atau merdeka menunggu kematian tuannya.
Budak mukatab
Hamba sahaya/amat yang ingin merdeka dengan cara dibayar pada tuannya.
Budak maba'adl
Hamba sahaya/amat yang separuh dari dirinya sudah merdeka.
Budak mu'alaq
Hamba sahay/amat yang kemerdekaannya digantungkan dengan sesuatu sifat atau yang lainnya.
Budak musha bi ithqihi
Hamba sahaya/amat yang kemerdekaannya disebabkan adanya wasiat dari tuannya.
Ummu walad
Hamba sahaya/amat yang mempunyai keturunan dari tuannya.
Hamba sahaya/amat yang mutlak kehambaannya atas tuannya.
Budak mudabbar
Hamba sahaya/amat yang bebas atau merdeka menunggu kematian tuannya.
Budak mukatab
Hamba sahaya/amat yang ingin merdeka dengan cara dibayar pada tuannya.
Budak maba'adl
Hamba sahaya/amat yang separuh dari dirinya sudah merdeka.
Budak mu'alaq
Hamba sahay/amat yang kemerdekaannya digantungkan dengan sesuatu sifat atau yang lainnya.
Budak musha bi ithqihi
Hamba sahaya/amat yang kemerdekaannya disebabkan adanya wasiat dari tuannya.
Ummu walad
Hamba sahaya/amat yang mempunyai keturunan dari tuannya.
Penutup.
Demikianlah
sekilas pembahasan tentang perbudakan dalam Islam. Sebuah sistem perbudakan
yang sangat menjunjung tinggi nilai keadilan dan kemanusiaan. Islam telah menunjukkan akan kesamaan derajat
manusia, tanpa harus membagi-bagi antara kaya dan simiskin antara tua dan muda
antara orang merdeka dan budak, karena yang paling mulia disi Allah adalah
orang yang bertakwa.
[2][2]Abdullah nashih U’lwan, Nidzamurriq fil islam, Dar
el-salam. Hal 13
[4][4] Foot note Manahilul irfan, sanggahan Syekh
Muhammad Abd. Adzim Azzarqani, oleh Hani Al haj hal 341 jilid 2
[5][5] U’lwan, Op. cit hal. 23
[6][6] QS. Al hujurat : 13
[7][7] Memotong
disini maksudnya, memotong sebagian anggota badan, semisal memotong tangan,
hidung, telinga.
[8][8] QS. Al Mu’min : 40
[9][9] Fiqih sunnah, sayyyd sabiq dar el fath lil I’lam
arabiy, jilid 3 hal 430
[10][10] Annisa 36
[12][12] QS. Al balad 11-13
[14][14] QS. Annur : 33
[16][16] U’lwan Ibid, hal 60
Tolong perjelas perbedaan antara mustauladah dan ummu walad, trim's, jazakumullah khairan katsiran.
BalasHapusBudak yg di gauli pemiliknya dan melahirkan anak baik anaknya laki2/perempuan. Itu yg dinamakan budak umul walad.
HapusJawaban tentang perbudakan menurut pandangan Islam,,...
BalasHapussilahkan dibaca dan dpahami.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus
BalasHapusaratikelnya bagus gan ringkas padat dan berisi mudah mudahan jadi berkah amiiiiin
Syukran akhy. Aamiin..... barakallahu fik....
HapusSeindah itu kah Islam ?
BalasHapusSubhaanallaaah .
Skrg Babu katanya...
BalasHapusOke
BalasHapusada di kitab apa itu
BalasHapus